REPRESENTASI TUBUH PEREMPUAN DALAM RUBRIK KECANTIKAN DI MAJALAH FEMINA EDISI MEI 2011
1Nelly Marlianti, 1Ade Suryani
1Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
nellymarlianti@yahoo.com
Abstrak
Tubuh perempuan, melalui berbagai macam artikel yang ada di rubrik kecantikan di majalah wanita, dikonstruksi dan direpresentasikan dengan makna yang berbeda. Tubuh perempuan dalam majalah wanita telah bergeser dari yang bersifat alamiah, menjadi bersifat bentukan.Penelitian ini menggangkat persoaalan mengenai representasi tubuh perempuan dalam majalah Femina. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik model Roland Barthes. Metode ini dipilih karena merupakan satu-satunya metode yang menggunakan penafsiran makna pesan dengan 2 tahap. Pada tahap pertama artikel dimaknai sebagai suatu yang bersifat objektif dan apa adanya, sementara pada pemaknaan tahap ke 2 makna dilihat berdasarkan pesan yang tersembunnyi di balik setiap unsur yang telah dimaknai pada analisis tahap 1. Barthes juga menambahkan unsure mitos sebagai bagian yang juga penting untuk diamati, untuk membongkar proses konstruksi yang dibangun oleh media bersangkutan, terhadap teks/artikel yang dibuat. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa, majalah Femina sebagai salah satu pelopor majalah wanita di indonsia, masih memberikan ruang bagi masukknya nilai nilai konsumtif terhadap tubuh perempuan. Tubuh perempuan dalam rubric kecantikan majalah Femina direpresentasikan sebagai tubuh yang harus selalu dirawat dan dibentuk dan dirubah bila ingin mendapatkan tubuh yang menarik. Penggunaan model perempuan sebagai representasi dari postur tubuh ideal perempuan, memberikan motivasi tersendiri bagi perempuan untuk sepakat dengan apa yang media sampaikan menggenai kecantikan tubuh. Rekomendasi-rekomendasi produk, tips-tips kecantikan, dan pusat-pusat perawatan tubuh menegaskan bahwa Femina memberikan ruang bagi proses konsumsi, dan perempuan sebagai target sasaran konsumsi tersebut.
Kata kunci: perempuan, tubuh perempuan, representasi
Pendahuluan
Sebagai salah satu bagian dari media cetak, majalah memiliki karakter tersendiri yang mampu menarik perhatian pembaca. Gaya bahasanya yang ringan, kertas glossy dan tata layout yang full colour, serta topik-topik menarik yang tersaji di dalamnya membuat banyak perempuan usia remaja dan dewasa menyukai media ini. Banyaknya jenis majalah perempuan di Indonesia, membuktikan bahwa majalah perempuan dapat diterima dengan baik oleh khalayak. Femina Group misalnya menerbitkan 12 jenis majalah wanita diantaranya; “Femina, Gadis, Ayah Bunda, Dewi, Fit, Cita Cinta, Pesona, Seventeen, Reader Diegest, Parenting, Estetica, Cleo,” (www.femina.co.id :13/6/11).
Majalah perempuan memiliki bagian rubrik yang menarik dan mampu memikat perhatian pembaca, seperti rubrik fesyen, mode, kesehatan, kecantikan, info kuliner dan wisata, serta berbagai resep makanan, minuman, dan kue. Rubrik kecantikan misalnya, memiliki daya tarik yang mampu memikat pembaca perempuan. Rangkaian tips dan info kecantikan disajikan secara detail dalam rubrik ini, begitupun dengan rangkaian foto dan gambar dari model perempuan dan perlengkapan kecantikan. Rubrik kecantikan ini pula yang mampu menginspirasi dan memotivasi pembaca perempuan untuk masuk dan menyelami informasi yang diberikan oleh majalah tersebut. Melalui majalah juga, perempuan diberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap suatu realitas yang tersaji di dalamnya. Sama seperti berita, artikel yang dimuat oleh majalah merupakan bagian dari konstruksi atas realitas yang ada di masyarakat. Melalui artikel dan berbagai iklan yang ada di dalam majalah tersisip ideologi yang ingin disampaikan kepada pembaca. Salah satunya representasi mengenai tubuh perempuan dalam rubrikkecantikan.
Melalui rubrik kecantikan ini tubuh perempuan direpresentasikan sebagai tubuh yang harus selalu dirawat dan dimanjakan dengan produk-produk kecantikan. Rangkaian tips kecantikan lengkap dengan rekomendasi produk-produk dan perawatan kecantikan yang sesuai dengan perempuan diulas secara lengkap dengan gaya bahasa yang ringan dan memikat.
Majalah perempuan memiliki peran yang sangat besar dalam mempersepsi dan mempengaruhi pembaca mereka terhadap pola pikir pembaca perempuan terhadap tubuh yang mereka miliki. Banyaknya informasi yang ada dalam majalah mengenai kecantikan dan fesyen telah memberikan definisi yang berbeda terhadap makna tubuh yang dalam hal ini adalah tubuh perempuan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Halomoan, dalam Komunikasi dan Kekuasaan. Ia menyatakan bahwa representasi tubuh perempuan terdiri dari imaji-imaji. “Representasi tubuh dalam majalah wanita terdiri dari signifikasi imajiimajinya. Beberapa imaji yang bisa merepresentasikan tubuh antara lain: ras, seks, postur (langsing, gemuk, tinggi, pendek), rambut, tatapan, dan fashion. Seluruh imaji ini menandakan nilai tertentu, seperti nilai kecantikan, heteroseksualitas, kemudaan, feminitas, sampai pada nilai baik dan buruk, benar dan salah, normal dan tidak normal,” (2007:187)
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai representasi tubuh perempuan dalam majalah perempuan. Dalam penelitian ini penulis akan berfokus pada representasi tubuh perempuan dalam rubric kecantikan. Sementara subjek penelitian dalam kajian ini adalah majalah perempuan Femina edisi Mei 2011. Edisi Mei dipilih karena merupakan periode paling dekat dengan penelitian yang penulis lakukan. Sementara majalah Femina dipilih karena merupakan majalah perempuan dewasa yang berorientasi pada wanita dan pekerjaan mereka. Selain itu majalah Femina merupakan majalah wanita pertama di Indonesia yang sampai saat ini dapat bertahan dan berkembang di tenggah banyaknya kompetitor majalah sejenis.
Penelitian ini mengangkat mengenai representasi tubuh perempuan dalam rubrik kecantikan pada majalah perempuan. Artikel maupun berita yang ada pada rubrik kecantikan disini tidaklah dipandang sebagai suatu yang hadir begitu saja. Ada serangkaian konstruksi yang dibangun oleh majalah wanita terhadap artikel maupun berita yang mereka sajikan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sementara itu metode penelitian yang cocok untuk penelitian mengenai representasi tubuh perempuan dalam majalah ini adalah analisis semiotic, di mana analisis ini berusaha mengungkapkan makna pesan dari tanda yang terlihat secara visual baik berupa gambar maupun teks. Penulis menggunakan analisis semiotic Roland Barthes untuk meneliti masalah ini.
Penelitian ini hanya menekankan perhatian pada bagaimana teks majalah dikonstruksi, yang meliputi representasi dari rekomendasi produk yang dalam hal ini merupakan produk kecantikan tubuh, berbagai make up, dan berbagai perawatan kecantikan. Selanjutnya melihat bagaimana layout mempengaruhi representasi tubuh perempuan. Terakhir teks narasi dan gambar bagaimana teks narasi ini dikonstruksi dengan mengunakan bahasa yang bagaimana, serta bagaimana gambar maupun foto-foto ditampilkan sebagai bagian pendukung yang amat penting dalam sebuah artikel di majalah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru mengenai representasi tubuh perempuan dalam media massa dewasa ini, khususnya majalah perempuan, bagaimana majalah perempuan memproduksi makna dan realitas dalam serangkaian konstruksi dan ideologi feminitas mereka. Sehingga kedepannya para pembaca, khususnya perempuan mampu memahami dan dapat berfikir kritis terhadap segala informasi yang mereka serap dari majalah perempuan terutama yang menyangkut infomasi pada rubrik kecantikan.
Konstruksi Realitas
Berita sebagai produk media tidak lahir begitu saja, berita-berita yang ada pada media massa sebenarnya merupakan hasil dari sebuah konstruksi atas realitas yang terjadi dilapangan. Istilah konstruksi sendiri lahir atas gagasan Berger danLuckman, dalam Bungin (2008:13) konstruksi dijelaskan sebagai “Proses sosial melalui tindakan akan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.” Realitas sendiri dalam paradigma kontruktivis dijabarkan Hidayat (dalam Bungin, 2008:11) sebagai “Konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi. Yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.” Sobur, (2004:89) menjelaskan bagaimana media membangun kostruksi realitas terhadap isi media yang disampaikan kepada khalayak. “Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempenggaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksinya.”
Sementara Eriyanto, (2006:34) menjelaskan bahwa, “Realitas merupakan kenyataan semu yang terbentuk oleh proses kekuatan sosial, ekonomi, politik. Oleh karena itu mengharapkan realitas apa adanya tidak mungkin, karena sudah tercelup kelompok ekonomi dan politik yang dominan.”
Representasi
Artikel sebagai suatu teks dibangun berdasarkan realitas yang telah terdistorsi, serta hasil dari pertarungan beberapa kekuatan dominan. Realitas yang ada dalam konstruksi artikel ini senantiasa mengandung representasi dari suatu objek artikel itu sendiri. Representasi sendiri dalam Eriyanto (2006:113) dijelaskan bahwa “Representasi merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.”
Burton, (2008:114) dalam buku yang tersembunyi dibalik media menjelaskan representasi sebagai; “Hal yang direpresentasikan adalah pandangan-pandangan tertentu dari kelompok-kelompok sosial. Pandangan-pandangan inilah yang kita pelajari secara tidak sadar untuk menerimanya sebagai normal, dan mengesampingkan pandangan-pandangan alternatif.”
Dari kedua definisi di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa representasi merupakan upaya penggambaran seseorang, atau pandangan-pandangan tertentu, melalui media pemberitaan ataupun media massa lainnya.
Representasi Perempuan
Media sebagai agen informasi bagi khalayak tetunya juga memuat berita mengenai perempuan di samping adanya berita-berita umum. Di mana informasi yang disajikan menampilkan pengambaran sosok perempuan yang dikenal dengan istilah representasi. Penggambaraan ini tentu saja berkaitan dengan tubuh perempuan dalam majalah. Apakah tubuh perempuan ini ditampilkan secara baik atau sebaliknya secara buruk. Seperti yang diungkapkan Tuchman (dalam Gamble 2010:135) “Mengharapkan agar media memberikan representasi tentang perempuan secara akurat merupakan penyederhanaan yang berlebihan terhadap hubungan kompleks antara perempuan dan dengan media dan dengan proses-proses simbolik yang terlibat dalam representasi.”
Representasi juga melibatkan beberapa unsur untuk menggambarkan posisi perempuan di media diantaranya, pengunaan kata, kalimat, aksentualisasi, bahasa, dan foto apa yang digunakan majalah perempuan tersebut untuk mendukung realitas yang dibentuk dalam pemberitaan. Seperti yang diungkapkan Burton (2008:120) “Representasi-representasi juga dikonstruksi melalui media yang digunakan. Yang dimaksud adalah bahasa tertulis atau visual…”. Dalam sebuah penelitian mengenai representasi identitas perempuan dalam majalah, Asteria (2003: 125) mengemukakan; “Teks dalam majalah perempuan memposisikan pembaca sebagai konsumen pasif yang partisipasinya terbatas pada pilihan membeli atau tidak membeli tanpa melakukan pemikiran kritis. Kondisi ini mendorong pembaca menjadi konsumtif dalam pembelian produk, terlebih dengan mengkondisikan perempuan menjadi pembuat keputusan dalam hal konsumsi produk. Sosok perempuan modern ditampilkan dengan sosok yang menikmati dan menyenangi dalam konsumsi gaya hidup dan mengekspresikan individualitasnya.”
Berdasarkan uraian di atas mengenai representasi perempuan dapat disimpulkan bahwa media memengang kendali penting dalam mengkonstruksi yang kemudian merepresentasikan tubuh perempuan itu sendiri. Media pun memiliki kepentingan tersendiri yang dalam hal ini adalah kepentingan komersialisme dalam setiap artikel yang mereka muat. Media juga cenderung mengarahkan gambaran perempuan ke dalam pengambaran yang bersifat konsumtif.
Kecantikan
Majalah perempuan sebagai sumber informasi bagi perempuan tentunya memiliki konsep kecantikan tersendiri. Media mendefinisikan kecantikan dalam sudut pandang yang lebih provokatif dalam menunjukan konsep kecantikan. Kecantikan pada dasarnya bersifat relatif namun media memberikan konsep kecantikan yang berbeda. Media mengkonstruksi makna kecantikan itu sendiri hal ini terlihat dari beberapa artikel mengenai kecantikan, dan beberapa iklan produk kosmetik dan perawatan tubuh. Muzayin Nazaruddin dalam Media Jurnalisme dan budaya popular menggungkapkan definisi cantik menurut media “cantik adalah kurus, langsing, putih, berambut lurus hitam panjang, modis, dan selalu menjaga penampilan, serta rutin melakukan perawatan tubuh agar awet muda,” (2008:126)
Berscheid dan Walster dalam, (Synnot 2007:117) menjelaskaskan konsep kecantikan dan kekuatan makna kecantikan dalam masyarakat. “Para siswa berfikir bahwa orang-orang yang berpenampilan baik umumnya lebih sensitif, baik hati, menarik, kuat, cerdik, rapi, berjiwa sosial, ramah dan menyenangkan dari pada orangorang yang kurang baik. Para siswa juga setuju bahwa mereka yang cantik secara seksual lebih responsif dari pada mereka yang tidak menarik.”
Berdasarkan definisi konsep kecantikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini kecantikan tidak lagi bersandar pada konsep kecantikan yang relatif di mana ukuran cantik itu sendiri berbeda satu dengan yang lainnya. Kecantikan sendiri seharusnya bersifat kultural dan geografis di mana konsep kecantikan berbeda antarnegara, antar suku bangsa, dan antar budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Nazarudin, “Definisi tersebut meniadakan definisi-definisi kecantikan lainnya yang sanggat beragam di berbagai wilayah kebudayaan yang berbeda. Dalam budaya Jawa, rambut yang bagus adalah rambut yang ikal “ngandan-andan”. Eropa zaman pencerahan mencirikan cantik dalam kesuburan wanita, karenanya cantik zaman itu identik dengan gemuk, seperti tampak dalam lukisan Monalisa karya Da Vinci. Orang-orang Afrika mengenal konsep cantik, dan pasti bukan berkulit putih,” (2008: 126)
Senada dengan yang diungkapkan Nazaruddin, Rustandi (2007:12) menyatakan, “Di belahan benua lain, wanita cantik diilustrasikan bertubuh gemuk dan berisi. Hal ini tercermin dari gambaran Dewi Venus sebagai lambang kecantikan wanita pada zaman Yunani klasik. Dalam tradisi masyarakat Arab wanita cantik diilustrasikan berbadan gemuk dan mempunyai lipatan perut. Hal ini bisa ditemukan dalam tari perut Timur Tengah. Bahkan dalam tradisi Arab, kesuburan seorang wanita dinilai dari berisi tidaknya tubuh wanita tersebut. Pada abad ke-15 sampai abad ke-17, wanita cantik dan seksi didefinisikan dengan mereka yang memiliki perut dan panggul yang besar, serta dada yang montok, yakni bagian tubuh yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. Pada awal abad ke-19, kecantikan didefinisikan dengan mereka yang berwajah dan berbahu bundar, serta bertubuh montok, sementara memasuki abad 20, kecantikan identik dengan wanita berbokong dan berpaha besar.”
Konsep kecantikan yang dijabarkan dalam kedua kutipan di atas merupakan konsep kecantikan yang berusaha memperlihatkan definisi kecantikan yang lebih universal. Namun konsep kecantikan yang ada saat ini adalah konsep kecantikan menurut media. Saat ini budaya masyarakat mengenai konsep kecantikan pun telah bergser akibat pengaruh konsep kecantikan media. Saat ini masyarakat cenderung setuju dengan konsep kecantikan yang media sampaikan, di mana cantik itu harus berkulit putih, bertubuh langsing, berambut panjang, bertubuh tinggi, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini penulis merangkum konsep kecantikan menurut media saat ini, dan berdasarkan konsep kecantikan yang berkembang dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, bahwa cantik adalah perempuan yang memiliki kulit putih, berambut lurus panjang dan berwarna hitam, bertubuh langsing, berwajah oval, berhidung mancung, beralis tebal, berbulu mata lentik, bermata besar, berbibir sedang dan berwarna merah, kulit bersih dari selulit, bersih dari bulu halus, bebas dari jerawat, flek hitam, dan kerutan.
Berdasarkan penjabaran di atas mengenai kecantikan, dapat disimpulkan bahwa konsep kecantikan saat ini lebih kepada bagaimana perempuan memaknai konsep tersebut dan bagaimana perempuan berusaha membuat diri mereka cantik seperti apa yang media tafsirkan. Artinya kecantikan saat ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi para perempuan. Makna kecantikan saat ini mengarah pada daya tarik fisik serta bagaimana cara membuat penampilan fisik perempuan menjadi menarik dan bagaimana merawat kecantikan fisik itu sendiri.
Analisis
Berdasarkan hasil analisis teks terhadap majalah Femina edisi Mei 2011. Pada masing-masing artikel yang ada dapat disimpulkan bahwa Femina memberikan pemaknaan tubuh perempuan yang berbeda kepada para pembaca perempuannya. Ada 3 artikel dengan tema berbeda, dan masing-masing artikel terdiri dari beberapa subjudul, di antaranya My Sexy Back, Beach Babe, Ditemukan 8 Cara Jitu Tubuh Lebih Langsing. Melalui artikel-artikel inilah Femina berusaha menyampaikan pemaknaan yang berbeda terhadap tubuh perempuan.
Tubuh perempuan dalam representasi artikel pada rubrik kecantikan yang ada pada majalah Femina saat ini, tidak lagi bersandar pada sesuatu yang relatif. Femina berusaha memberikan pemahaman baru mengenai tubuh perempuan dan kecantikannya. Berdasarkan analisis teks di atas Femina berusaha menyampaikan bahwa tubuh yang cantik, tubuh yang menarik adalah tubuh perempuan yang berkulit putih, langsing, tinggi, berambut panjang, memiliki bokong yang sexy dan indah dilihat. Hal ini dapat terlihat dari representasi para model, tips kecantikan, dan rekomendasi produk yang ditampilkan dalam 3 artikel di atas. Konsep kecantikan dan representasi tubuh perempuan yang terlihat dalam majalah Femina, sesuai dengan mitos kecantikan yang berkembang di masyarakat saat ini.
Dalam Artkel My Sexy Back misalnya, pada artikel tersebut tubuh perempuan dikonstruksi sebagai tubuh yang harus terlihat seksi dan menawan. Tubuh perempuan yang dalam hal ini bokong, dikonstruksi sebagai bagian yang dapat dibanggakan oleh perempuan bila bokong perempuan tersebut terlihat seksi. Bokong yang seksi dalam artikel tersebutpun memiliki standarisasi seperti bokong yang kencang, padat dan berisi, serta terlihat menonjol. Artikel itu juga mengulas cara bagaimana mendapatkan bokong yang seksi dan menggoda, dengan mengangkat tempat maupun pusat perawatan tubuh khusus bokong. Tempat perawatan tubuh khusus bokong ini pun mengunakan bahan dan alat yang berbeda tergantung dengan tempat perawatan yang dikunjunggi. Femina berusaha memotivasi pembaca perempuan untuk membuat bokong mereka seksi dengan produk perawatan tubuh khusus bokong. Artinya bagi perempuan yang mendambakan bokong seksi dan menawan, mereka tidak perlu berandai-andai lagi. Sebab saat ini telah banyak pusat-pusat kecantikan menyedaiakan pelayanan khusus bokong agar bokong terlihat seksi.
Sama halnya dengan artikel Beach Babe, dimana artikel ini berusaha menyampaikan bahwa pantai merupakan tempat liburan yang menyenangkan dengan berbagai macam aktivitas yang dapat dilakukan, seperti berjemur, berenang, bermain di pasir, snorkeling, berselancar, dan sebagainya. Namun dalam artikel itu juga dibagun mitos bahwa perempuan harus selalu menjaga dan melindunggi kulit mereka dari pancaran sinar matahari yang dapat merubah warna kulit dan membuat kulit menjadi kering. Hal ini sejalan dengan mitos kecantikan yang ingin dibagun bahwa perempuan cantik itu adalah perempuan yang memiliki warna kulit putih dan bersih. Hal ini dapat dilihat dari representasi 2 model perempuan yang digunakan dalam artikel tersebut. Kaum perempuan saat ini dimotivasi agar mereka merasa perubahan warna kulit menjadi gelap merupakan suatu momok yang menakutkan bahwa mereka tidak akan dapat terlihat cantik kembali. Karena itu dalam artikel tersebut dimunculkan rekomendasi produk yang sesuai dengan kondisi pantai. Penggunaan gaya bahasa yang informatif dan santai membuat teks narasi dari artikel di atas begitu mengalir dan dapat memotivasi pembaca untuk sepakat dengan isi artikel tersebut. Dimunculkannya nama produk dan label harga, dalam sub judul artikel Beach Babe, 10 yang wajib dimasukkan ke dalam koper mengisyratkan Femina bergerak aktif sebagai media promosi bagi para produsen produk tersebut.
Begitupun dengan 2 sub judul lainya yang ada dalam artikel tersebut juga memuat tema dan isi artikel sejenis. Dalam sub judul yang dibawa di pesawat perempuan diajak untuk mempersiapkan produk apa saja yang harus dibeli dan dibawa saat dalam perjalanan. Sementara dalam subjudul tampil percaya diri berbikini perempuan di motivasi untuk mengunakan bikini meskipun tubuh mereka tidak mulus. Dalam subjudul itu perempuan diberikan tips-tips untuk mengunakan berbagai macam perawatan sebelum memperlihatkan tubuh mereka dengan bikini.
Selulit, bulu halus di tubuh, dan kulit di sekitar payudara yang mengendur menjadi titik perhatian dari isi subjudul tersebut. Selulit, bulu halus ditubuh dan kulit disekitar payudara dikonstruksi sebagai penghambat tubuh terlihat cantik dan mulus, sehingga perempuan harus melakukan perawatan terlebih dahulu sebelum berani membuka tubuh mereka saat mengunakan bikini.
Kemudian, arikel selanjutnya Ditemukan 8 Cara Jitu Tubuh Lebih Langsing, dalam artikel tersebut tubuh perempuan direpresentasikan sebagai tubuh yang harus dijaga agar tetap langsing. Isi yang disampaikan dalam artikel tersebut mencoba memberikan rekomendasi pusat pelangsingan tubuh dengan metode yang bermacam-macam dan dengan harga yang variatif. Dalam artikel tersebut perempuan yang digunakan sebagai model tersebut merupakan peempuan dengan tubuh langsing, dan berkulit putih bersih, yang sedang asyik menikmati perawatan. Artinya Femina ingin membangun mitos bahwa perempuan yang telah memiliki tubuh langsing pun tetap menjaga dan merawat tubuhnya agar tetap langsing, tentu bagi perempuan yang memiliki tubuh gemuk ini akan menjadi motivasi tersendiri untuk ikut menjadikan tubuh mereka langsing. Sebab konsep kecantikan yang berkembang di masyarakat saat ini adalah cantik dan tubuh indah adalah tubuh yang langsing. Tentu saja, bagi perempuan yang memiliki tubuh gemuk, artikel yang dimuat oleh Femina menjadi sumber referensi yang bermanfaat. Sebab bagi perempuan saat ini masalah berat badan yang meningkat menjadi momok yang menakutkan. Suharko, (dalam Ibrahim, 1998:334) menjabarkan hal-hal yang dapat membuat perempuan merasa resah akan tubuh mereka. “Dalam perjuangan mereka agar tetap memikat, para wanita dikesankan selalu dikejar-kejar dua momok; umur mereka dan kegemukan. Umur mereka merupakan “natural enemy” mereka yang mustahil untuk dihindari dan arena itu hanya dapat diperlambat saja. Sedangkan “kegemukan” sering menghantui mereka sebagai“habitual enemy” mereka.” Lebih lanjut dalam artikel tersebut juga terdapat nama pusat pelangsingan tubuh disertai harga per satu kali perawatan maupun paket ditampilkan dalam artikel tersebut, disertai teknik dan metode apa yang digunakan. Membuktikan bahwa artikel yang dimuat oleh Femina merupakan bentuk lain dari iklan dan ajang promosi produk perawatan tubuh perempuan.
Berdasarkan hal itulah saat ini kecantikan tubuh perempuan bukan lagi bersifat alamiah melainkan bisa dibentuk sesuai dengan situasi dan keinginan perempuan. Melalui rangkaian produk-produk perawatan tubuh, dan pusat-pusat kecantikan dan perawatan tubuh, perempuan saat ini dapat memiliki tubuh yang mereka inginkan dengan sangat mudah, tentunya hanya dengan mengelontorkan sejumlah uang untuk membiayai perawatan tersebut. Dan Femina sebagai sumber informasi bagi perempuan turut mempengaruhi perempuan pada prilaku konsumtif. Femina dalam hal ini berupaya menggiring pola pikir perempuan untuk sepakat pada apa yang Femina sampaikan dalam artikelnya. Whinship, (dalam Champion, 1998:182) menjabarkan bagaimana majalah dan iklan memberikan pemaknaan yang berbeda terhadap tubuh perempuan. “Iklan meningkatkan penciptaan sebuah kecemasan dengan efek bahwa jika wanita tidak memenuhi standar maka mereka tidak akan dicintai. Kaum wanita direkayasa untuk membenahi tubuh mereka agar menjadi sempurna dan membuat erotic sejumlah bagian tubuhnya (erotogenik) yang tidak pernah ada habisnya. Setiap wilayah sekecil apapun sekarang digarap dengan seksama; mulut, rambut, mata, kelopak mata, kuku, jari jemari, tangan, kulit, gigi, bibir, pipi, bahu, siku, lengan, kaki, telapak kaki…..Dengan gagasan bahwa kecantikan merupakan sesuatu yang dapat dicapai dan itu harus mulai dikerjakan.”
Motif tersembunyi yang Femina sampaikan dalam setiap konstruksi artkel dan konsep kecantikan yang dibangun melalui artikel-artikel yang di muat dalam rubrik kecantikan ini mengarahkan perempuan kedalam budaya konsumtif. Hal ini ditandai dengan dijadikannya tubuh perempuan sebagai objek dari praktik konsumsi. Perempuan dan tubuhnya terus menerus dijadikan sebagai objek yang mampu menghasilkan keuntungan bagi para produsen produk perawatan tubuh dan kecantikan.
Mitos-mitos kecantikan yang tersembunyi dalam setiap konstruksi artikel segaja dibangun untuk menyuburkan praktik konsumsi yang dilakukan oleh perempuan. Tubuh perempuan bukan hanya dikonstruski secara sosial, dan dieksploitasi dalam media, tetapi juga menjadi sasaran utama praktik produksi. Tubuh perempuan secara tidak sadar direkayasa sedemikian rupa oleh media sehingga permpuan menjadi termotivasi untuk melakukan tips-tips kecantikan, menyambangi rekomendasi tempat perawatan tubuh, serta membeli produk-produk kosmetik, yang tentu saja hal ini menguntungkan salah satu pihak yaitu media yang juga memiliki motif komersialisme, serta para produsen produk perawatan tubuh tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa media, yang dalam hal ini majalah perempuan Femina, melalui rubrik kecantikan yang ada memberikan pemaknaan yang berbeda terhadap tubuh perempuan. Tubuh perempuan dikonstruski secara sosial berdasarkan mitos kecantikan yang telah berkembang pada masyarakat Indonesia saat ini. Sementara tubuh perempuan direpresentasikan sebagai tubuh yang memerlukan penanganan khusus bila ingin terlihat cantik dan menarik. Penggunaan model dan rekomendasai produk yang ada pada masing-masing artikel yang dianalisis pada bagian hasil penelitian merepresentasikan bahwa tubuh perempuan harus selalu dirawat dan dijaga setiap saat. Terlihat wajar memang jika perempuan lebih menggutamakan perawatan tubuh mereka dibandingkan laki-laki. Tetapi dalam konteks penelitian ini, tubuh perempuan melalui hasil analisis pada setiap artikel tentu saja tidak dimaknai sebagai tubuh perempuan yang sewajarnya. Sebab tubuh perempuan dalam artikel tersebut telah dionstruksi sedemikian rupa sesuai dengan tema dan kebijakan dari media yang bersangkutan.
Ada dua hal penting yang dapat dijadikan kesimpulan akhir dalam penelitian menggenai representasi tubuh perempuan dalam rubrik kecantikan di majalah Femina edisi mei 2011 yaitu; pertama, tubuh perempuan tidak dimaknai sebagai tubuh yang bersifat alamiah dan kodrati yang diberikan sebagai suatu yang apa adanya oleh Tuhan. Tetapi tubuh perempuan dalam representasi artikel di atas adalah tubuh yang telah dikonstruksi dan direkayasa secara sosial sesuai dengan mitos yang ingin dibangun oleh media bersangkutan. Femina turut memberikan pemahaman yang bersandar pada nilai-nilai konstruksi mengenai konsep pemaknaan tubuh dan kecantikan. Tubuh perempuan dijadikan sebagai suatu yang dapat dirubah dan dibentuk sesuai dengan keinginan mereka. Tentu saja hal ini akan terjadi bila perempuan tersebut mengunakan beberapa perawatan tubuh. Artinya saat ini perempua dapat dengan bebas bermain dengan tubuh mereka sendiri. Tubuh perempuan dapat dibentuk sesuai dengan keinginan yang didambakan.
Kedua, tubuh perempuan dijadikan sebagai objek dan sasaran dari kegiatan konsumtif. Tubuh perempuan segaja dikonstruksi dan dibangun melalui media, dan media berusaha memberikan rangkaian rekomendasi, soslusi terhadap permasalahan tubuh perempuan dan kecantikan dengan menunjukan produk-produk perawatan tubuh, maupun pusat-pusat perwatan tubuh, dengan harga yang variatif di dalam artikel yang media buat. Femina melalui artikelnya mencoba memotivasi perempuan untuk terlihat cantik dan menarik sesuai dengan apa yang mereka sajikan dalam setiap artikel dalam rubrik kecantikannya. Sehingga perempuan hanya menjadi objek dan sasaran bagi produsen, agar mereka selalu berada pada level konsumtif.
Perempuan secara psikologis lebih mudah untuk termotivasi dan terpengaruh dibandingkan dengan laki-laki. Sehingga dalam praktik konsumsi tentulah para produsenlah yang diuntungkan. Sementara perempuan tak habis-habisnya bergelut dalam lingkaran konsumtif yang semakin lama menjadi suatu kebutuhan bahkan menjadi budaya.
Daftar Pustaka
Asteria, Donna. “Representasi Identitas Perempuan Konstruksi Kesadaran Identitas Oleh majalah perempuan, Analisis Teks Dalam Majalah Femina, Kartini, Cosmopolitan Pada Bulan April 2002”, Pasca Sarjana Kajian Wanita Universitas Indonesia, 2003.
Bungin, Burhan, “Konstruksi Sosial Media Massa”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2008
Burton, Graeme, Yang Tersembunyi Dibalik Media Pengantar Kepada Kajian Media, Jalasutra, Yogyakarta 2008.
Champion, Hesty T, “Budaya Konsumen”, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1998,Terjemahan dari Consumer culture, Polity press, 1996
Eriyanto, “Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media”, LkiS Yokyakarta,Yokyakarta 2006.
Femina Group, 2011, http://www.femina.co.id/feminagroup/default.asp (13/06/11)
Gamble, Sarah, “Pengantar Memahami Feminisme dan Postfeminisme”, Jalasutra, Yogyakarta 2010
Halomoan, Papilon, “Komunikasi & Kekuasaan”, Forum Studi Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya. Yogyakarta 2007.
Rustandi, Dudi. “Idealisasi Citra Wanita Cantik Dalam Iklan Televisi Sebuah Pendekatan Cultural Studies”, Observasi. edisi Menyoroti Iklan Televisi, Vol5, Tahun 2007.
Sobur, Alex, “Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing”, Remaja Rosdakarya, Bandung 2004.
Suharko, “Budaya Konsumen dan Citra Perempuan dalam Media Massa”, dalam Ibrahim, I.S dan Suranto, Hanif, Editor, Wanita dan Media Konstruksi Ideologi Gender Dalam Ruang Publik Orde Baru, Remaja Rosdakarya Bandung, Bandung, 1998.
Synnott, Anthony, “Tubuh Sosial Simbolisme, Diri, dan Masyarakat”, Jalasutra, Yokyakarta 2007.
* Jurnal tersebut diatas diterbitkan dalam Jurnal Komunikologi Vol.9 No.2 September 2012